Latest Movie :
Recent Movies

Penguasa Gaib Gunung Merapi Tertangkap Kamera

TEMPO Interaktif, Magelang - Bagi masyarakat yang tinggal di lereng Merapi, berbicara tentang gunung Merapi tak lepas dari segala mitos dan cerita misterinya. Mereka meyakini gunung yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta itu dikuasai oleh sosok gaib, Mbah Petruk. Suswanto, lelaki berusia 43 tahun warga Dusun Sudimoro Desa Pucanganom Kecamatan Srumbung Magelang, mengabadikan awan berbentuk mirip sosok Petruk dalam cerita Pewayangan di atas gunung Merapi sebelum meletus dalam jepretan kamera. “Awalnya saya hanya iseng memotret,” kata dia, Senin (1/11) siang. Dalam salinan gambar yang ditunjukan Suswanto, awan mirip petruk itu berada tepat di atas puncak Merapi. Berhidung panjang dengan kuncir rambut di belakang kepala melengkung ke atas. Sosoknya menghadap ke arah selatan. “Ke arah Yogyakarta,” kata dia. Gambar itu diambil pada Selasa (26/10) pagi atau sehari sebelum Merapi meletus pada petangnya. Dia menambahkan, gambar itu diambil dari depan rumahnya atau sekitar 13 kilometer dari puncak Merapi. Menurut dia, sejumlah warga yang melihat hasilnya meyakiki itu adalah sosok Mbah Petruk, sang penunggu Merapi. Mereka menduga kehadirannya memperlihatkan diri sebagai pertanda bencana besar di Merapi. Mbah Diwur (54), warga Desa Dusun Gaten Desa Ketunggeng Kecamatan Srumbung meyakini gambar awan itu adalah sebuah peringatan bagi warga sekitar Merapi. “Dia menghadap selatan, lihat saja sekarang yang para kan Jogja,” kata dia. Dia membenarkan, adanya keyakinan sosok Mbah Petruk sebagai penguasa Merapi yang berkembang di masyarakat. “Dia bersemayam di dalam kawah Merapi,” kata dia. Menurut Sugihartono (40), seorang warga Desa Pucanganom Kecamatan Srumbung, kepercayaan tentang adanya sosok mbah Petruk di gunung Merapi itu tak bisa lepas dari sejarah peralihan Hindu Majapahit dan Islam Demak. Oleh masyarakat sekitar Merapi, kata dia, Mbah Petruk itu diyakini sebagai sosok Sabdo Palon Nolo Genggong, seorang penasehat raja Majapahit Brawijaya V. Di akhir kejayaan Majapahit karena masuknya pengaruh Islam di Demak, Brawijaya memilih berdiam di gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Dia disia-sia,” katanya. Karena sang Raja telah tersingkirkan maka Sabdo Palon pun memilih mengikuti jejak sang raja. Namun, dia memilih gunung Merapi sebagai tempat tinggalnya. (Lihat Berita Foto: Keindahan di Balik Petaka Merapi) Sebagai balasan terhadap lawan-lawan yang berkuasa, dia mengangkat sumpah. Kelak akan menagih janji penguasa negeri tentang amanahnya mensejahterakan rakyat. Letusan Merapi, kata dia, bagi masyarakat yang masih memegang teguh legenda itu dipercaya sebagai peringatan bahwa penguasa negeri ini lalai menjalankan amanah rakyat. “Si Mbah marah dan menagih janji penguasa,” kata dia.

Di Balik Keindahan Gunung MERAPI

Kekuatan yang paling besar dan tak tertandingngin adalah kekuatan Allah SWT. Dibalik Keindahan yang di tawarkan dari Gunung Merapi Ternyata menyimpan suatu momok mengerikan dari tempat tersebut. Namun demikian inilah Merapi,
EN :"A farmer stands in a rice field as volcanic material from Mount Merapi erupts, in Klaten, Central Java on November 4, 2010 near Yogyakarta, Indonesia. Over 70,000 people have now been evacuated with the danger zone being extended to over 15km as the volcano continues to spew ash and volcanic material. " IN : "Seorang petani berdiri di sawah terlihat material vulkanik dari Gunung Merapi meletus, di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 4 November 2010 di dekat Yogyakarta, Indonesia. Lebih dari 70.000 orang kini telah dievakuasi dengan zona bahaya yang diperluas untuk lebih dari 15 km sebagai gunung terus memuntahkan abu dan material vulkanik. "
EN : "Mount Merapi volcano spews smoke as seen from Deles village in Klaten, near the ancient city of Yogyakarta, November 1, 2010" IN : "Gunung Merapi memuntahkan asap seperti yang terlihat dari desa Deles di Klaten, dekat kota kuno Yogyakarta, 1 November 2010."
EN : "Houses are in flames as volunteers rescue burned victims of an eruption of Mount Merapi in Argomulyo village early on November 5, 2010." IN : "Rumah yang terbakar sebagai relawan penyelamatan korban letusan Gunung Merapi di desa Argomulyo awal pada tanggal 5 November 2010"
EN : Lightning strikes as Mount Merapi erupts, as seen from Ketep village in Magelang, Indonesia's Central Java province November 6, 2010. IN : Sambaran petir seperti Gunung Merapi meletus, seperti yang terlihat dari desa Ketep di Magelang, Jawa Tengah Indonesia, November 6, 2010.
EN : Dead trees and ash cover a damaged house with the erupting Mount Merapi in the background in Sleman, Yogyakarta province, central Java, on November 6, 2010. IN : Pohon mati dan abu menutupi rumah yang rusak akibat meletusnya Gunung Merapi di latar belakang di Sleman, Provinsi Yogyakarta, Jawa Tengah, pada tanggal 6 November 2010
EN : Survivor Sri Sucirathaasri, 18, stands beside her injured sister Prisca in a hospital in Yogyakarta, Indonesia on Nov. 5, 2010. The hospital at the foot of Indonesia's most volatile volcano is struggling to cope with victims brought in after the mountain's most powerful eruption in a century. IN : Survivor Sri Sucirathaasri, 18, berdiri di samping adiknya terluka Priska di sebuah rumah sakit di Yogyakarta, Indonesia pada 5 November 2010. Rumah sakit di kaki gunung berapi paling bergejolak di Indonesia sedang berjuang untuk mengatasi korban dibawa setelah letusan gunung paling kuat dalam satu abad.
EN : A villager takes a stroll at Ketep village in Magelang, Indonesia's Central Java province, November 6, 2010, as Mount Merapi volcano erupts spewing out towering clouds of hot gas and debris in the background. IN : Seorang warga mengambil jalan di Desa Ketep di Magelang, Provinsi Jawa Tengah di Indonesia, 6 November 2010, karena Gunung Merapi meletus memuntahkan awan yang menjulang tinggi dari gas panas dan puing-puing di latar belakang.
EN : Volcanic ash from the eruption of Mount Merapi covers a village in Muntilan, Central Java, Indonesia, Sunday, Nov. 7, 2010. IN : Abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi meliputi sebuah desa di Muntilan, Jawa Tengah, Indonesia, Minggu, 7 November, 2010.
EN : Molten lava flows from the crater of Mount Merapi captured in this long exposure photograph taken from Klaten district in Central Java province late on November 2, 2010. IN : Lava mengalir dari kawah Gunung Merapi tertangkap dalam foto yang diambil dari paparan panjang Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah akhir pada tanggal 2 November 2010.
EN : Residents ride their motorcycles in Yogyakarta, blanketed by volcanic ash falling from Mount Merapi's latest eruption early on October 30, 2010 IN : Warga mengendarai sepeda motor mereka di Yogyakarta, diselimuti oleh abu vulkanik jatuh dari letusan terbaru Gunung Merapi awal 30 Oktober 2010
EN : A woman prays in a temporary shelter at Maguwoharjo Stadium in Yogyakarta, November 5, 2010. IN : Seorang wanita berdoa di tempat penampungan sementara di Stadion Maguwoharjo di Yogyakarta, November 5, 2010.

Pantai Ngobaran Yogyakarta

PANTAI NGOBARAN dari Pura hingga Landak Laut Goreng Desa Kanigoro, Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia Pantai Ngobaran ternyata kaya pesona budaya; mulai dari pura, masjid yang menghadap ke selatan, hingga potensi kuliner terpendam yaitu landak laut goreng. Datang ke Pantai Ngrenehan dan menikmati ikan bakarnya belum lengkap kalau tak mampir di pantai sebelahnya, Ngobaran. Letak pantai yang bertebing tinggi ini hanya kurang lebih dua kilometer dari Pantai Ngrenehan. Tak jauh bukan? Penduduk Pantai Ngrenehan saja sering membicarakan dan mampir ke Pantai Ngobaran, mengapa anda tidak? Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan. Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa tahu. Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama "Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk menjaga tempat ini. Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut Kejawen. Saat YogYES berkunjung ke tempat ini, beberapa pengikut Kejawen sedang melakukan sembahyangan. Menurut penduduk setempat, kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak begitu mampu menjelaskan perbedaannya. Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak). Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak diragukan oleh banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan cara kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang ada tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan penyerangan. Selengkapnya bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri. Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura tersebut. Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya, jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka sehingga langsung dapat melihat lautan. Ketika YOGYES menanyakan pada penduduk setempat, tak banyak yang tahu tentang alasannya. Bahkan, penduduk setempat sendiri heran karena yang membangun pun salah satu Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang tinggal di Panggang, Gunung Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat, penduduk setempat memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah kiblat yang sebenarnya. Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual kepada tengkulak. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas. Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam dan cabe kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang eksotik itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu penduduk untuk memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide tentang bagaimana memasak landak laut sehingga warga pantai Ngobaran bisa memakai pengetahuan itu untuk berbisnis meningkatkan taraf kehidupannya. Lengkap bukan? Dari keindahan pantai, pesona tempat peribadatan hingga hidangan yang menggoda. Mungkin tak ada di tempat lain

Pantai Pok tunggal Yogyakarta

Perjalanan ke Pantai Pok Tunggal memang tak terduga. Awalnya disuguhi jalan yang sulit, ternyata berujung pada surga tersembunyi yang memikat hati dan menantang nyali. Sebatang pohon yang ikonik membuat pantai ini makin cantik. "Ah, menuju ke mana perjalanan ini?" batinku ketika mobil yang membawaku dan calon writer YogYES lainnya mulai terantuk-antuk menyusuri jalan bebatuan di antara dua bukit karang. Kami bergerak pelan sepanjang jalan 2 kilometer yang sempit, berkelok-kelok dan agak terjal. Sekejap adrenalin berdesir ketika melewati tikungan dengan karang besar yang menjorok di atas kepala. Lepas dari perjalanan yang mendebarkan, sebuah pemandangan cantik pun terbentang di depan mata. Hamparan pantai pasir putih dengan ombak biru yang menghempas seolah menjadi penawar lelah setelah menyusuri jalan sempit bebatuan tadi. Terlihat beberapa remaja yang asyik bermain ombak pantai sambil sesekali bergaya di depan kamera. Sebatang pohon Duras tumbuh rindang di bibir pantai dan menjadi ikon pantai ini. Pohon yang konon sulit tumbuh ini sangat dijaga keberadaannya oleh penduduk setempat, jadi jangan heran bila ada teguran jika memanjat pohon tersebut. Namun pesona yang sesungguhnya dari Pok Tunggal adalah barisan tebing karang yang berdiri gagah bagaikan benteng yang melindungi pantai ini dari dunia luar. Tebing-tebing yang tegak lurus seperti dinding karang setinggi 50-an meter ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai arena olahraga panjat tebing. Tentu saja butuh nyali dan keterampilan luar biasa untuk memanjat tebing ini karena hingga kini belum ada jalur pemanjatan (Sept 2012). Semoga tak lama lagi ada pemanjat yang menaklukkan tebing ini dan membuka jalurnya. Di tebing-tebing karang pantai ini masih terdapat primata liar. Ketika YogYES berkunjung, terlihat kawanan monyet liar melompat dari balik tebing di sebelah timur. Anehnya di pantai ini juga terdapat mata air tawar, kemungkinan besar berasal dari aliran sungai bawah tanah khas daerah karst. Sumber air itulah yang memenuhi kebutuhan warung-warung makan dan kamar mandi umum hasil swadaya masyarakat setempat. Menikmati keindahan Pantai Pok Tunggal takkan lengkap bila tidak meluangkan waktu sejenak untuk menunggu matahari tenggelam di balik cakrawala. Tadi sore kami bahkan bertemu dengan rombongan bule yang menggendong ransel besar, sepertinya mereka akan berkemah di pantai ini. Asyik juga bermalam di tenda sambil menikmati hembusan angin pantai serta deburan ombak setelah menikmati lembayung senja. Bila tidak membawa tenda, kita bisa menyewa tenda dome pada penduduk setempat. Namun bila memutuskan untuk pulang malam, Anda harus ekstra hati-hati. Jalan sempit dan berbatu itu sekali lagi menantang nyali karena belum dilengkapi lampu penerang sama sekali. Pesona Pantai Pok Tunggal dengan hamparan pasir putih yang dikelilingi oleh dinding perbukitan merupakan lokasi yang asyik untuk dieksplorasi. Pantai Pok Tunggal yang terletak di antara Indrayanti dan Siung ini semakin mengukuhkan Gunungkidul sebagai gudangnya pantai-pantai cantik berpasir putih yang masih alami. Tarif sewa Payung pantai : Rp 20.000 Tenda dome: Rp 60.000

Batu Karas Pangandaran Beach Indonesia

Sebagai salah satu surga bagi para peselancar, Batu Karas merupakan campuran dari pantai Batu Hiu dan pantai Pangandaran. Pantai ini cocok untuk berenang dan berselancar, karena Batu Karas tidak hanya menawarkan air yang tenang tetapi juga gelombang yang menantang. Merupakan perpaduan yang cantik dan harmonis. Beberapa orang menyebutnya sebagai Bali kecil, karena menawarkan pengalaman yang sama tetapi sedikit tantangan. Terletak sekitar 40 kilometer atau satu jam perjalanan dari Pangandaran, pantai berpasir hitam yang cantik ini merupakan tempat liburan yang sempurna karena suasananya yang sepi dibanding dengan Pangandaran atau bahkan Bali. Batu Karas sudah populer di kalangan para peselancar, nasional dan internasional. Selain pantainya yang relatif datar, Batu Karas juga memiliki teluk kecil, sehingga peselancar tidak perlu mendayung terlalu jauh ke titik awal gelombang datang. Untuk pemula ada banyak tempat penyewaan perlengkapan berselancar sekaligus dengan instruktur yang berpengalaman yang dapat mengajarkan segala hal yang harus Anda ketahui tentang berselancar. Jadi, tidak peduli apakah Anda seorang peselancar profesional atau tidak pernah berselancar atau tidak sama sekali, Anda masih bisa mencoba menangkap gelombang Batu Karas yang indah. Umumnya, ada tiga tempat berselancar yang biasa dikenal di kalangan peselancar; Karang, Legok Pari dan Bulak Bendak. Karang, secara harfiah berarti batu, yang mungkin berasal dari banyak batu yang terletak pantai ini, kesempatan berselancar di pantai ini hanya didapat ketika air sedang pasang. Legok Pari adalah tempat berselancar paling favorit dan pantai yang sempurna untuk pemula karena pantai ini relatif aman dan ombak tidak terlalu tinggi. Untuk peselancar profesional, Bulak Bendak adalah tempat yang mereka pilih. Di sini, gelombang dapat menciptakan dinding panjang dan tinggi. Untuk sampai Bulak Bendak Anda harus naik perahu dengan biaya sekitar Rp200.000,00. Batu Karas tidak hanya bisa dinikmati dengan berselancar saja, tapi tempat dimana Anda bisa menikmati Jet Ski, banana boat dan naik kereta kuda di tepi pantai. Namun itu hanya beberapa contoh yang bisa Anda lakukan di pantai ini. Bagi mereka yang suka berpetualang, Batu Karas menawarkan beberapa tempat yang cocok untuk berkemah dan hiking. Untuk petualangan lebih menantang, Anda dapat meminta penduduk lokal untuk membawa Anda ke Karang Nunggal, sebuah pantai terpencil dengan pemandangan spektakuler yang dihiasi oleh batu besar dan tinggi. Batu Karas adalah tempat liburan yang tepat bagi siapa pun. Berjalan di pantai saat matahari terbenam, menikmati kopi di "warung" di sore hari, menghabiskan hari dengan menonton anak-anak Anda membangun istana pasir di pantai atau hanya sekedar berjemur sambil bermandikan cahaya matahari. Transportasi Jika Anda menggunakan mobil pribadi atau sewaan, Batu Karas sekitar satu jam perjalanan dari Pangandaran ke arah ke Cijulang. Tidak akan sulit untuk menemukan Batu Karas karena ada banyak tanda yang menunjuk ke daerah ini. Jika Anda ingin menggunakan transportasi umum, Anda terlebih dahulu harus pergi ke terminal utama Pangandaran kemudian mengambil minibus ke Cijulang. Dari Cijulang, satu-satunya transportasi yang dapat membawa Anda ke sana adalah "Ojek" dengan biaya sekitar Rp15.000,00. Kegiatan Terkait Berselancar mungkin yang pertama terlintas di benak Anda ketika mendengar Batu Karas, dan jika Anda tidak bisa berselancar, Anda bisa belajar di pantai ini. Dengan begitu banyak jenis gelombang dan tempat untuk dipilih, berselancar di Batu Karas tidak hanya menarik, tapi juga menyenangkan. Ada beberapa jenis olahraga air dan aktivitas pantai yang juga dapat Anda lakukan di pantai seperti jet ski, naik banana boat, snorkeling, memancing, berenang, naik andong di tepi pantai dan bersenang-senang di pantai dangkal. Ada juga tempat di mana Anda bisa berkemah dan hiking atau melakukan sedikit jelajah hutan. Kuliner Ada banyak tempat dimana Anda bisa mengurangi rasa lapar. Beberapa terdapat di hotel-hotel dan juga tersedia banyak kafe atau restoran seafood, ada juga restoran dan warung yang menyajikan masakan tradisional Sunda di sekitar pantai ini. Jika Anda ingin mengenal lebih dalam mengenai masakan khas Jawa Barat Anda bisa merujuk ke kuliner istimewa Jawa Barat. Tips Bulan November sampai April merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung karena ombaknya sangat kuat dan cantik. Jika Anda tidak berselancar, sempatkan untuk mengunjungi wisata terdekat Green Canyon, karena lokasinya tidak terlalu jauh dari Batu Karas. Akomodasi Ada banyak hotel dan penginapan yang bisa Anda temukan di Batu Karas. Beberapa hotel menawarkan bungalow dan cottage. Jika Anda ingin mengetahui dan lebih dekat dengan kebiasaan masyarakat setempat, Anda bisa mencoba menyewa rumah penduduk lokal. Berikut adalah beberapa akomodasi di daerah Batu Karas: -Hotel Pondok Putri Sebuah pertimbangan ideal bila Anda menginginkan akomodasi yang lokasinya berada di tengah jalur lintasan Pantai Batu Karas. Hotel yang termasuk awal berdiri di pantai ini memiliki kamar dengan fasilitas dan layanan prima. Pagi hari di hadapan hotel dapat Anda amati deretan perahu nelayan tradisional dan penjaja bubur untuk menemani saat-saat santai selepas melihat Matahari terbit. Jl. Pantai Indah Batukaras Tlp: 081323085284 -Hotel Java Cove Beach Lokasinya masih sejajaran Hotel Pondok Putri. Hotel ini adalah satu dari sedikit akomodasi di pesisir selatan Jawa Barat yang direkomendasikan langsung oleh National Geographic Traveler (internasional). Tlp: 0265 265 708 2020 - Bonsai Bungalows Jl. Pantai Indah Legok Pari Tlp: 0265 7093199/0815464177 - Hotel Hi & LOW Jl. Tanjakan Heras, Batukaras Tlp: 081312932663 - Hotel Teratai Jl. Pantai Indah Legok Pari Tlp: 0265 7082024/0816623372 -Sunrise Resort Jl. Pantai Batu Karas, Java, Indonesia Tlp: 0265 7029129/082119733330 - Villa Monyet Telp:0265 82260000079/087861356168 - Reef Hotel Tlp: 0265 813203 0193 - Hotel Sindang Asih Telp: 081395142258

Hidden Paradise Indonesia

Sabang, Nangroe Aceh Darusalam Kota yang terletak di pulau yang bernama Pulau Weh banyak mempunyai obyek wisata yang dapat dikunjungi dan sudah terkenal ke manca negara. Inilah salah satu hidden paradise di indonesia yang mempunyai keindahan yang luar biasa. Jika kita menuju ke arah barat, sampai di ujung barat terdapat sebuah monumen/tugu, Tugu Kilometer Nol, yaitu tugu dimana titik awal perhitungan luas Indonesia dari Sabang Sampai Meuroke. Sebelum sampai di KM NOL masih banyak obyek wisata yang dapat dinikmati yaitu objek wisata Iboih, yang jaraknya cuma 5 km dari kota sabang. Dari iboih juga dapat melakukan penyeberangan menggunakan boat sewaan untuk melihat objek wisata bawah laut di Pulau Rubiah. Dan masih ada objek wisata Gapang yang hanya berjarak 4 km dari kota Sabang

Pantai Plengkung, Banyuwangi - Jawa timur

Pantai Plengkung, Banyuwangi - Jawa timur G-Land, The Seven Giant Waves Wonder". Julukan tersebut diberikan oleh peselancar asing untuk gulungan ombak di pantai Plengkung yang berlokasi di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Banyuwangi, Jawa Timur. G punya tiga konotasi yang berbeda: Green, karena lokasinya di tepi hutan; Grajagan, nama point terdekat sebelum ada jalan melintas di hutan; atau Great karena salah ombak yang terbaik di dunia. Apapun artinya, itulah julukan buat sebuah nama lokal bernama Plengkung. Ombak di Plengkung merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Ombak setinggi 4-6 meter sepanjang 2 km dalam formasi 7 gelombang bersusun cocok ditunggangi oleh peselancar kidal. Selain Plengkung untuk peselancar profesional, ada juga Pantai Batu Lawang untuk para pemula. Ombak disini disebut "twenty-twenty" yang artinya twenty minute untuk mendayung ke tengah dan twenty minute menikmati titian ombak. TNAP selain surganya peselancar juga tempat yang bisa memuaskan kegemaran berpetualang menembus hutan, mengamati satwa di Sadengan dan berkunjung ke goa-goa mistis.Goa-goa tempat bermeditasi adalah Goa Istana, Goa Putri dan Goa Padepokan, selain Goa Macan yg konon punya nilai mistis tinggi. Goa ini dicapai dari Pos Pancur sejauh 2 km berjalan kaki. Selain Goa meditasi, terdapat pura tua, Giri Seloka, yang sudah ada di sana jauh sebelum TNAP ada. Kenunikan pura tersebut berada di tengah hutan TNAP dan banyak dikunjungi penganutnya pada hari suci Pager Wesi. Sadengan tempat observasi sekitar 200 ekor banteng, juga rusa dan merak, berada tak jauh dari pintu masuk Rawabendo, 3 km jalan makadam melalui tanaman jati tua yg telah dihutankan statusnya. Pantai Ngagel tempat penangkaran penyu belimbing, abu-abu dan hijau hanya berjarak 3 km dari Rawabendo melalui jalan makadam dan pasir pantai. TNAP yang berlokasi di ujung timur yang menyempit, memiliki banyak sekali pantai bagus nan sunyi, jauh dari hiruk pikuk turis kota.

Ranu Kumbolo Lake

Ranu Kumbolo ini merupakan salah satu dari beberapa telaga air yang terdapat di gunung Semeru. Ada Ranu Pani, Ranu Regulo dan Ranu Kumbolo. Ranu sendiri berarti telaga. Sedangkan Kumbolo ini mungkin dari gunung Regulo, gunung dari jajaran gunung Bromo , Tengger , Semeru sebelum ke puncak Mahameru.

Pendaki Pertama

Orang pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren, selanjutnya Junhuhn (1945) seorang ahli botani berkebangsaan Belanda dari utara lewat gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun 1911 Van Gogh dan Heim lewat lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranupane dan Ranu Kumbolo seperti sekarang ini. Legenda gunung Semeru Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa. Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman. Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa. Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi (manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan mahluk halus. Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.

Gas beracun dan Iklim

Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) pendaki disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Gas beracun ini dikenal dengan sebutan Wedhus Gembel (Bahasa Jawa yang berarti "kambing gimbal", yakni kambing yang berbulu seperti rambut gimbal) oleh penduduk setempat. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajat Celsius, pada puncak musim kemarau minus 0 derajat Celsius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering ada badai. Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih aktif. Pada bulan November 1997 Gunung Semeru meletus sebanyak 2990 kali. Siang hari arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak, karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak. Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter. Material yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir, kerikil, bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu dekat. Pada awal tahun 1994 lahar panas mengaliri lereng selatan Gunung Semeru dan telah memakan beberapa korban jiwa, walaupun pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik. Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.
Secara umum iklim di wilayah gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan November - April. Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 - 4 derajat celsius. Suhu rata-rata berkisar antara 3°c - 8°c pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 15°c - 21°c. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu yang dingin disepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara semakin dingin.

recent posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Welcome to My Road Trip - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger